Laman

26.4.10

Antara Awan dan Saya


Saya suka awan ini kalau saya lagi ingin terbang


Ini awan yang amat ingin saya warnai satu-satu pakai crayon


Awan ini pasti muncul kalau saya lagi senang


Ini awan galau. Saya mengklaim, kalau awan ini cuma ada buat menenangkan hati saya yang kacau.

13.4.10

Disaat Sekolah bukan menjadi institusi yang terbaik


Sekolah. Satu hal yang amat wajib dikecap semua orang. Tapi, apakah sekolah benar-benar dapat membuat dahaga kita akan pendidikan dan moral terbayar secara penuh? Secara lahir, mungkin kita masih bisa bernegosiasi. Tapi secara bathin? baik. Saya punya pengalaman.
Dikelas sebelas, saya sebagai murid SMA yang belum stabil, pasti hanya ingin senang-senang diambang sekolah SMA, ditengah kebebasan dan tekanan senior. Disaat itu, Saya tidak terlalu peduli dengan nilai-nilai pelajaran saya. Saya cuma mau kebebasan. Somos Libres. Jadi, mumpung guru-guru saya sedang sibuk memperhatikan murid kelas tiga, saya lebih suka membuang dan menghamburkan waktu saya untuk bersenang-senang dan berbuat apapun semau saya. Tapi, perbuatan saya yang mengacu kata bebas itu tak berlaku dan terkecap hambar bagi guru matematika saya. Jujur, saya amat tidak sealiran dengan beliau. Saya tidak ada minat sama sekali pada Matematika. Hanya membuang waktu. Karena kekurangan saya terhadap pelajarannya, si Pak Guru selalu menyuruh dan menyuruh saya maju untuk mengerjakan soal setiap kali Ia mengajar. Dan ia pun mempermalukan saya sedemikian rupa seenak jidat beliau mencetak kata-kata yang jelas jelas membuat telinga saya ingin memuntahkan kata-kata yang sebelumnya terserap. Saya pun sempat paranoid untuk bersekolah. Saya tidak ingin berhadapan dengan 5 jam pelajaran matematika selama seminggu. Entah saya trauma, atau apa. Sepertinya saat itu saya amat butuh psikolog untuk mendorong saya dari gravitasi buruknya pikiran saya akan sekolah. Satu waktu, saya memilih tidak mengikuti pelajaran Matematika. Saya kabur dan sembunyi di perpustakaan sekolah. Saya kira, dengan begitu si Pak Guru tidak akan peduli kehilangan Murid yang bebal baginya. Tapi, seakan saya maling atau residivis yang kabur tanpa pamit, si Pak Guru Lapor guru piket untuk membantunya mencari saya. Saya, yang saat itu tengah berusaha me-reject telpon dari teman saya, tiba-tiba kedatangan guru piket. Saat itu guru piketnya adalah guru agama saya. Jujur, setelah sharing dengan beliau, saya sedikit lega dan agak berkeberanian untuk kembali ke kelas. Tapi, setelah menemui Guru matematika saya dan minta maaf sesuai anjuran guru piket, lagi-lagi saya malah dihukum.
Faktanya, setiap guru berbeda. Ada yang mengerti kondisi psikis murid didiknya, ada juga yang tidak. Sepertinya harus diadakan standard bagi guru untuk belajar ilmu psikologi, atau konseling, agar ia mengerti bagaimana dan seberapakah porsi mental anak yang dididiknya. Sebetulnya, pengalaman saya itu tidak ada apa-apanya dibanding apa yang dirasakan oleh murid lain dinegara ini. Coba anda luangkan waktu sejenak menonton berita. Ada seorang Guru SD yang tega menjedoti muridnya sampai berakibat fatal, hanya karena si murid tidak mampu menjawab soal perkalian. Ada juga yang tega Mencolok mata muridnya hingga murudnya mengalami kebutaan. Jadi, sepertinya Guru jangan lantas menghakimi murid yang belum benar dalam mengolah apa yang disampaikan. Ayolah...
"Pendidik Harus Lebih Bermoral Dalam Mengajar Anak Didik"

9.4.10

Ujian Nasional dan gejolak pesertanya




Hari pertama.
Hari pertama saya ujian nasional, Cuma satu kata yg waktu itu menghiasi semua personel dalam hidup saya. TEGANG. Ya betul! Tegang. Dari pertama saya bangun pagi, kepala saya langsung mencetak rasa panik dan nervous. Setelah sampai disekolah, suasana sungguh mencekam! (mencekam gimana nyett?) mencekam deh pokoknya! Malah saya rada curiga jangan-jangan saya bakal menjumpai police line atau apalah yg menakutkan. Tapi itu Cuma perasaan saya.. (ih males deh nyett...)
Saya menemui teman-teman seperjuangan saya. Merekapun terlihat NNG. (apa tuh?) Nervous Nervous Gemeteran gitu nyett... dan saat jam setengah delapan teng... please welcome! Bel masuk ruangan, tanda ujian akan dimulai! Kami makin NNGerrri..
Pelajaran pertama, Bahasa Indonesia. Alias bahasa ibu. Alias bahasa sendiri. Alias.. (udah deh!). ya.. pokoknya itu. Pengawasnya, 2 orang. Yg satu laki-laki. Tampangnya setipe sama komentator olahraga Arie Sudarsono. Yang satu, perempuan. Umur sekitar tiga puluh lewat, berjilbab, dan sepertinya nggak peduli-peduli amat sama ulah anak-anak. Berdoa, bagi soal, kerjain! Pertama saya megang soal, ternyata soalnya nyatu antara halaman satu dan selanjutnya. Saya kira, menteri baru, tipe kertas beda! Saya pikir, kertas soalnya dibuat seperti sleeve kaset. Tapi, ternyata itu gak sempurna, alias belum dirobek. Jadilah saya ngerobekin tuh kertas dulu. Lumayan juga sih sekalian ngelampiasin rasa protes saya terhadap... terhadap percetakannya lah! (hehe ngeri salah ngomong saya) begitu tersobek, terkuaklah soalnya. Soal-soal yang penuh tulisan! (yaiyalah nyett! Masa isinya gambar tempel berseri??) segala hikayat, puisi, wacana, pokonya saya berasa baca koran deh.
Pelajaran kedua, Sosiologi. Pengawas pertama, laki-laki, tampangnya mirip-mirip sama seorang pengusaha yg lagi nge-hits di tv, Anggodo. Ya! Bapak itu mirip sekali dengan pak Anggodo Widjoyo. Pengawas kedua, ibu-ibu paruh baya berjilbab, dan sepertinya guru senior. Soal sosiologi, beda dengan soal try out sebelumnya yg gampil kayak upil. Ini lebih sulit, dan bertele-tele, ngajak muter-muter, ibarat tukang bajaj baru menuai karir didunia per-bajaj-an. Absurd! Blah! Jadi kesel sendiri nih saya.. gregetan nih saya.. sudahlah! Semoga komputer mensensor dan mencetak nilai bagus buat saya dan teman-teman saya.

Hari kedua.
Dihari itu, saya udah mulai relaks dan udah tau mesti berbuat apa. Hari itu, saya ketemu gebetan saya yg rapih jali. Udah kayak mau kondangan doi.. Klimis! Mungkin semut aja bisa kepleset slow motion kalo melintas dirambut dia! Apalagi – (nyett... udah ah! Curhatnya lain kali aja! Ceritain lagi ujiannyah!) ya. Hari itu kami ujian bahasa inggris. Bahasa universal. Pengawas yg laki-laki, bertubuh tambun, mirip sama tokoh ‘Dado si penjual koran’. Tau kan? Nah kalo yg perempuan, agak chubby, dan muka-mukanya amat sangat familiar. Kalo kata saya, Dia mirip seorang Diva bersuara dewi surga, Kartika Jahja alias Tika. Dengan eyeshadow warna silver yg lebih terlihat seperti warna putih, dan membuat si ibu terlihat susah melek. Seperti biasa, berdoa, bagi soal, dan isi! Soal bahasa Inggris, lumayan. Lumayan nyiksa, dan lumayan ngobatin rasa tersiksa itu. Setengah jam kemudian, listening dimulai. Arrgh! Saya jadi ngantuk dan mikir buat pulang, dan ngedengerin koleksi lagu-lagu berbahasa bre’-ish (british) favorit saya. Lanjut! Ya saya mengerjakan dengan khidmatnya. Semakin baik, semakin baik. Semoga nilai saya yang ini baik sesuai harapan saya! Amien!

Hari ketiga.
Ini dia si jal— eh salah! Bukannya jali-jali! Ini dia hari yg paling tidak ditunggu dan malah diharap cepat berakhir. Hari itu kami akan memerangi satu hal yg lebih ditakuti daripada polisi yg suka menilang anak sma yg belum punya sim, belum punya spion, belum punya helm,(ebujug! Kasian amat yak..) dan lebih bikin rusuh dibanding satpol-pp. Karena, menu hari ini adalah MATEMATIKA. Ya! M-A-T-E-M-A-T-I-K-A! Hal terkejam didunia! Lebih membuat demam daripada nyamuk malaria! Sederet angka-angka keparat yg membuat kami berjuang setengah mati. Hari itu, dua pengawas muncul menyambut kami. Yg satu wanita, berjilbab, dan.. ehem! Blink blink! Tau kan maksud saya? Beliau tampaknya suka sekali mengalirkan air liur segerombolan kapak merah dengan kemilaunya. Yg satu pria, sepertinya kepala tiga, tampangnya sih agak mirip badai Kerispatih. Begitu soal dibagi, kami shock bukan kepalang. Sampai-sampai saat itu saya ingin sekali memiliki kekuatan milik Hiro, salah satu tokoh serial HEROES, yg mampu mengendalikan waktu. Saya ingin sekali mem-freeze waktu sedemikian rupa! Huh.. tapi itu tidak mungkin. Jadilah saya pongo membolak-balik soal matematika. Tapi, beberapa soal menyapa saya dengan ramah. Kami sudah cukup saling mengenal. Yg lain, ada yg sudah saya kenal, tapi mereka sembunyi tak mau ditemui! BANG SATrio! Saya mulai keringat dingin! Setelah itu, saya mulai cari-cari sumbangan jawaban sukarela dari teman-teman saya. Dan... kabar baik berhembus. Kami dapat sesuatu yg kami cari. Bip...... selesai! Musuh terbesar anak ips:Checklist! Kami keluar dengan tampang datar, tak secekung tampang teman-teman kami diluar sana. Ps:Makasih ibu Blink Blink! Ternyata hati ibu se-Blink Blink penampilan ibu... dan terimakasih buat Pak Badai Kerispatih, sepertinya anda tidak berusaha mengancam kami dengan ketajaman mata anda yg mungkin setajam Keris Pati unus!

Hari keempat.
Hari itu, saya tampak santai, begitu juga dengan teman-teman saya. Hari ini kami akan menjalani ujian Geografi. Setelah bel masuk bunyi, seperti biasa, kami melakukan doa bersama satu angkatan di lapangan rumput sekolah kami yg telah menjadi kerutinan kami sebelum masuk kelas selama ujian. Usai berdoa, kami masuk keruang ujian masing-masing. Saat masuk kelas, kami menjumpai dua orang pengawas. Yg satu, sudah pernah mengawas kami pada hari kedua. Ya! Si bapak dado si penjual koran. Dan yg seorang lagi, ibu-ibu kira-kira kepala empat, pakai jilbab, dan agak ter-make up tebal. Setelah soal ditangan, kami mulai membolak-balik mencari yg paling gampang. Karena, saya ingat kepala sekolah saya... “Anak-anak, kalau mengerjakan soal ujian, lebih baik kerjakan yg mudah dahulu. Dan, jangan lupa. Menghitamkan jawaban jangan langsung main hitamkan. *medok jawa:Mode On) begitu pesan pak kepala sekolah kami. Setelah dibaca-baca, saya mulai berani menjawab. Ternyata, soal-soal itu sulit sodara! Segala ditanya suku asmat, pabrik semen, saya mulai males deh nyimaknya. Tapi, tiba-tiba saya kebayang wajah wali kelas saya, yg merupakan guru geografi. Duh, saya pikir. Kalo saya nggak beres ngejawab soal, bisa gaswat. Yasudah.. saya lanjut, dan menyelesaikan soal-soal itu.

Hari terakhir.
Hari itu, ekonomi menjadi ujian penutup. Kami sudah mulai menggeliat-menggeliat karena akan mengakhiri semua ini. Ya.. berdoa dilapangan yg merupakan sesi favorit saya, akan berakhir hari ini. Entah kenapa, saya amat senang berkumpul dilapangan, dan benar-benar memanjatkan dan meniupkan harapan dan doa yg sama, yaitu lulus.
Well, pengawas terakhir kali ini, bapak bapak separuh baya dan ibu-ibu yang agak bermata elang dan berpipi chubby. Okay, dessert kita kali ini adalah Ekonomi. Ciri khasnya anak IPS. Well, saya agak nervous mengerjakan ini. Karena, si ibu chubby diam-diam menatap saya dibalik kacamatanya. Saya pun jadi grogi grogi inzaghi gitu deh. Tapi setelah soal selesai dan waktu hampir habis, si ibu chubby nyamperin saya, terus dengan ramah menata soal sama lembar jawaban saya (?) iya! Dia baik gitu.. saya jadi bingung. Berarti percuma dong tadi saya buang buang tenaga saya buat menanggulangi nervous saya akibat tatapan si ibu yang ternyata baik sekali sampai mau menata soal dan LJK saya. Ah sudahlah pokoknya makasih ya bu chubby...
Setelah bel bunyi, kita-kita pada seneng.... banget! Ada yang ketawa-ketawa lega, ada yang foto-foto, ada yang saling share sifat-sifat pengawasnya, DLL. Setelah berpencar sana-sini, kitapun berkumpul dilapangan hijau untuk terakhir kali. Kami bersujud syukur, ditengah basahnya rumput. Oh sungguh kebersamaan yang sangat saya kagumi.

Well, itulah pengalaman saya untuk Ujian Nasional 2010. Dan saat ini, posisi saya antara tenang dan tidak. Pokoknya diambang lah.. tanggal 26 nanti, saya dan teman-teman lain akan mendapat hasil ujian kami. Dan saya selalu berdoa, semoga pak pos datang membawa berita baik untuk kami semua.