
18.9.09
14.7.09
A Tribute To 90’s Shoegaze, Dan Semua Pun Berubah.

Awalnya saya hanya kagum melihat list guest starnya, karena disitu tertulis nama The Milo, salah satu band pengusung aliran shoegaze. Dalam list, band yang saya tahu, lebih tepatnya saya sering dengar namanya tanpa pernah tahu musiknya,yaitu Blossom Diary dan Jelly Belly. Dengan rencana yang sangat matang dari dua minggu sebelumnya, berangkatlah saya dengan semangat karena ini pertama kalinya saya menyaksikan band import asal bandung yang selalu saya impikan kehadirannya di Jakarta.
Disana, saya hanya bertanya-tanya dan mencoba menyelami mereka yang saat itu tampil. Ada Sharesprings yang belum terlalu menyenggol hasrat saya akan shoegaze. Setelah Sharesprings, Damascus pun menguasai panggung dengan lagu-lagu dari Swervedriver. Saya sedikit tertarik dengan band ini. Setelah itu, Avenue melanjutkan. Saat itu mereka membawakan lagu ‘Falling down dari Chapterhouse. Seketika saya menyukai lagu itu, sehingga kakak laki-laki saya yang saat itu hadir pun menyikut saya dan ternyata ia pun menyukainya. Giliran MellonYellow yang berdiri diatas pentas. Membawakan lagu Moose, yang lagi-lagi menambah rasa keingintahuan saya akan 90’s shoegaze. JellyBelly pun melanjutkan, dengan vokalis wanita yang lebih menonjolkan nuansa kelam dari lagu-lagu Slowdive. Setelah JellyBelly turun, naiklah awak-awak band Negative Lovers yang saat itu saya kira adalah band Denial yang juga dikapteni oleh Tony yang merupakan gitarist The Brandals. Tampaknya Tony CS-lah yang membuat suasana kian memanas dengan lagu-lagu dari The Jesus and Mary Chain. Crowd tampak padat dan Stagediving pun dilakukan. Sayangnya, saat itu saya hanya duduk di Bar dan hanya menyaksikan mereka dari jauh. Hari kian malam, crowd semakin penuh, dan tentunya saya tampak mengantuk. Blossom Diary menyentuh pikiran saya dan membuat saya sejenak relax dari efek yang diberikan Negative Lovers sebelumnya. Tampaknya saya jatuh cinta pada Ride dan bertekad akan mencari segala tentang Ride. Akhirnya, yang ditunggu tampil. Saya pun maju ketengah crowd untuk menyaksikan The Milo dari dekat. Inilah yang ditunggu para Shoegazer. Perintis band shoegaze di Indonesia pun mengawali dengan ‘When you sleep milik My Bloody Valentine yang merupakan satu-satunya band shoegaze asal Inggris yang saya ketahui, tapi saya sama sekali belum mendengarnya. Dan saya malah mendengarnya pertama kali diacara Tribute dan yang membawakan adalah Band lain. Saat ‘When you sleep dibawakan, semua singing along. Dan saya, lagi-lagi merasa terlalu awam dan bodoh ditengah crowd yang begitu membuat saya merinding akibat mereka yang begitu tampak menikmati lagu tersebut. Lagu ‘Come in Alone pun dikumandangkan oleh The Milo sebagai lagu kedua, sekaligus lagu MBV terakhir yang dibawakan. Semua tampak tak puas. Tapi buat saya, sepertinya ini semua cukup untuk saya jadikan bekal saat saya mencari segala sesuatu tentang Shoegaze. Saya pun pulang dengan rasa penuh kepuasan.
Keesokan harinya, saya pun menjelajah my space dan mencoba mencari Shoegaze band. Yang pertama kali saya cari, adalah MBV. Saya menemukannya, tapi saya tak bisa mendownload, atau sekedar mendengarkan lagu mereka. Tapi, kabar gembira datang dari Abang saya. Ia menemukan lagu MBV yang kami tahu hanya The Milo yang menyanyikannya. Tanpa tahu judulnya. When you sleep pun judul yang membuat saya sedikit terengah dan takjub ketika ia menunjukkan pada saya sebuah video clip dari You Tube. Saya sangat menggelengkan kepala, dan saya pun selalu mendengarkannya. Semua pun satu persatu ditemukan. Falling down, yang pertama kali membuat saya tersenyum simpul pun ditemukan. Beberapa hari setelah itu, saya mencari-cari band pengisi acara itu. Ditemukanlah Damascus, Avenue, MellonYellow, JellyBelly. Ternyata kegalauan band-band itu malah menjadi spirit tersendiri yang mencampur adukkan segala perasaan hati. Dalam suasana apapun, tampaknya shoegaze tetap menciptakan suasana yang dapat kita ciptakan sendiri-sendiri yang dapat menenggelamkan kita ke suatu dunia yang boleh dibilang dunia kelam, namun menjadi suatu kesendirian yang membawa kita jauh. Dan sekarang, saya lebih senang memandang sepatu saya dan menenggelamkan diri saya dengan kegalauan yang kadang malah membuat saya tersenyum dan tetap mencintai kekelaman dalam diri saya.